Rabu, 27 Juni 2012

Arti Penting Konstitusi: Rumitnya Proses Ratifikasi Konstitusi Uni Eropa



            Penolakan ratifikasi yang dilakukan oleh Perancis dan Belanda terhadap Contitutional Treaty pada tahun 2004, dilakukan bukan semata-mata karena ketakutan terhadap lunturnya identitas bangsa, seperti yang telah dikemukakan di media. Akan tetapi banyak faktor yang melatarbelakangi gagalnya proses ratifikasi ini. Konstitusi Eropa dibentuk dengan tujuan untuk mengintegrasikan kepentingan warga Eropa, akan tetapi keinginan Eropa untuk membentuk konstitusi yang bermula pada tahun 2004 tersebut sangat sulit dilaksanakan.
Saya meyakini bahwa Uni Eropa akan dapat meneruskan visi misinya dengan atau tanpa konstitusi karena Uni Eropa merupakan regionalism paling sempurna di dunia. Dikatakan paling sempurna karena Uni Eropa sendiri telah melalui 6 tahapan integrasi ekonomi dan hal tersebut sudah mengukuhkan posisi Uni Eropa di mata dunia. Akan tetapi laju integrasi ekonomi Uni Eropa tampaknya tidak tidak sejalan dengan laju integrasi politiknya, dilihat dari sisi integrasi politik maka Uni Eropa terlihat sebagai regionalism yang sebenarnya rapuh. Ketidaksepahaman yang muncul antara negara anggota menyebabkan rumitnya proses ratifikasi konstitusi Uni Eropa yang juga mengartikan bahwa integrasi politik regional sulit tercapai. Dalam menanggapi isu diatas saya mencoba untuk mengulas beberapa penyebab gagalnya ratifikasi konstitusi Uni Eropa. Maka saya akan memusatkan fokus pada 3 argumen yaitu ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah nasional, anggapan bahwa konstitusi mencampuri kedaulatan negara dan ketidakpuasan rakyat terhadap isi konstitusi.
Penolakan ratifikasi konstitusi Uni Eropa oleh Perancis dan Belanda menimbulkan efek domino bagi eksistensi dan legitimasi konstitusi di mata negara lain. Dapat terlihat dari referendum rakyat Perancis pada tahun 2005 yang menyatakan tolakan terhadap konstitusi diikuti oleh Belanda yang juga menolak konstitusi tersebut, sehingga pembahasan mengenai isu ini ditangguhkan. Perancis dan Belanda yang notabene adalah negara perintis Uni Eropa ternyata gagal meratifikasi konstitusi, hal ini menimbulkan stigma buruk bagi negara lain dalam isu ratifikasi ini. Momen ini ditakutkan dapat menjadi contoh bagi negara lain untuk mengagalkan ratifikasi seperti yang dilakukan oleh Perancis.[1]
Alasan pertama kegagalan ratifikasi adalah ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah dalam negeri ditunjukkan oleh masyarakat Perancis dan Belanda. Studi kasus Perancis adalah dimana rakyat tidak puas dengan pemerintahan Jaques Chirac. Chirac dianggap tidak dapat mengatasi masalah pengangguran yang disebabkan oleh kecenderungan ekonomi yang mengarah pada pasar bebas. Tingkat pengangguran sangat tinggi, mencapai 10% dari total penduduk Perancis.[2] Mekanisme pasar bebas selama ini merugikan rakyat kecil dan hanya memberikan keuntungan bagi elit. Ketidakpuasan masyarakat Perancis tersebut menjadi alasan untuk menolak konstitusi UE.
Saya meyakini bahwa, mayoritas rakyat Uni Eropa merasakan hal sama, yaitu tidak puas dengan pemerintahnya. Dalam hal ini tidak hanya Perancis yang memiliki tingkat pengangguran yang tinggi, di beberapa Negara seperti Jerman, Italia, dan Belgia bahkan mengalami tingkat pengangguran sebessar 9,1%.[3] Jika melihat penilaian masyarakat Eropa terhadap kecenderungan ekonomi UE yang mengarah pada pasar bebas, mereka beranggapan bahwa pasar bebas menciptakan lapangan kerja di luar Uni Eropa. Dalam neraca perdagangan, mekanisme seperti ini akan menyebabkan hilangnya banyak pekerjaan. Melihat beberapa uraian diatas, saya berpendapat bahwa kebijakan perdagangan dan ekonomi Uni Eropa tidak mencerminkan kepentingan Uni Eropa sebagai kekuatan dunia dengan menciptakan lapangan kerja atau keuntungan yang seharusnya dapat dinikmati seluruh Negara anggotanya. Selalu ada pihak yang dirugikan akibat pasar bebas karena tingkat persaingan dalam ekonomi pasar bebas semakin ketat. Masyarakat akan merasa khawatir dengan masa depan pekerjaan mereka. Kekhawatiran ini menyebabkan masyarakat enggan menyetujui ratifikasi konstitusi UE dan mereka menganggap konstitusi baru semakin membuka peluang terbukanya pasar bebas. Apabila hal ini diteruskan maka rakyat khawatir negara akan mengalami kerugian.
Alasan kedua bagi gagalnya ratifikasi konstitusi Uni Eropa adalah anggapan bahwa konstitusi mencapuri kedaulatan Negara. Uni Eropa merupakan regionalisme yang telah diperkuat dengan integrasi ekonomi, tahapan integrasi tersebut dapat dijelaskan menggunakan konsep bicycle theory[4] dimana Uni Eropa telah berhasil menjalani tahapan integrasi dari single market hingga akhirnya mencapai single currency. Dalam konteks integrasi politik, tahapan yang saat ini sedang dilalui sudah semakin menyinggung masalah kedaulatan negara anggota.  Sesuai dengan isi konstitusi UE pada pasal 15 mengenai The common policy and security policy, parlemen Eropa akan memiliki kekuasaan lebih besar dalam proses pembuatan hukum, sedangkan parlemen negara akan mengalami pengurangan kekuasaan.
            Dahulu, ketika Uni Eropa masih berupaya mewujudkan integrasi ekonomi dimulai dengan mengupayakan penciptaan single market. Pasar tunggal Eropa tersebut menganjurkan UE agar memiliki mata uang bersama. Kemudian, UE mengeluarkan Euro sebagai mata uang bersama. Meskipun Inggris, Denmark, dan Swedia tidak mengadopsi Euro, tahapan Euro sebagai mata uang eropa merupakan tahapan berikutnya yang harus dilalui untuk menuju integrasi ekonomi UE. Hal yang sama juga dapat terjadi dalam masalah ratifikasi konstitusi ini. Ketika konstitusi selesai diratifikasi, maka, bukan tidak mungkin jika kemudian, parlemen Eropa mengambil alih masalah perpajakan dan kebijakan luar negeri. Padahal, masalah perpajakan dan kebijakan luar negeri merupakan bagian dari permasalahan kedaulatan nasional. Ratifikasi konstitusi di khawatirkan akan mengalami fase yang sama, sebaiknya adakalanya negara di beri hak veto untuk menyelesaikan permaslahan politik luar negeri mereka sendiri. Mengacu pada konsep diatas dinyatakan bahwa laju integrasi ekonomi digambarkan sebagi kayuhan sepeda yang cepat sedangkan integrasi politik adalah laju yang lambat.
Alasan ketiga adalah ketidakpuasan rakyat terhadap isi konstitusi. Isi konstitusi UE dinilai merugikan masyarakat Eropa. Konstitusi tersebut berisi antara lain; pengaturan perihal perubahan mekanisme pengambilan suara, pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen UE, dan pembatasan terhadap hal-hal yang boleh diveto oleh negara anggota . Pada dasarnya, konstitusi UE membuat negara anggota harus merelakan sebagian kekuasaannya kepada UE. Oleh karenanya, masyarakat Eropa menolak ratifikasi konstitusi tersebut. Beberapa literatur menjelaskan bahwa identitas Eropa mulai tumbuh di antara masayarakat Eropa. Tetapi pada kenyataannya, identitas nasional belum bisa dilepaskan begitu saja. Kebanyakan dari masyarakat Eropa yang telah merasa bahwa mereka adalah orang Eropa, masih menempatkan identitas nasional di atas identitas ke-Eropa-annya . Ketika masyarakat Eropa belum menempatkan identitas Eropa di atas identitas nasional, sedangkan konstitusi UE yang ada dinilai merugikan identitas nasional, maka ratifikasi konstitusi UE akan mengalami kesulitan.
Wake up call yang diharapkan warga Eropa tidak sekadar pemberian hak bersuara bagi masyarakat. Akan tetapi penghargaan atas aspirasi masyarakat dan semua itu diharapkan dapat menjasi bagian input dalam decision making procces Parlemen Eropa. Parlemen Eropa sebagai dewan perwakilan masyarakat Eropa dinilai belum dapat menjalankan fungsi perwakilannya dengan baik, maka dari itu warga menilai suatu bentuk yang percuma apabila UE membuat suatu konsitutsi akan tetapi tidak memberi ruang bagi masyarakat untuk bersikap demokratis. Arti penting konstitusi Eropa bagi masyakat eropa adalah sebagai legitimting effect yang berfungsi seagai media alokasi kekuasaan dan allowing partisipation.[5] Pada hakikatnya masyarakat mengharapkan konstitusi yang ada sebagai penjamin kesatuan prses hukum dalam pemerintah melalui separtion of power.
Rumitnya proses ratifikasi yang disebabkan oleh tiga factor diatas, dapat diatas dengan cara mengendapkan emosi warga Eropa terlebih dahulu untuk selanjutkan memberlakukan wake up call seperti yng diingnkan warga Eropa sejak dahulu. Aspirsi yang tidak ditampung menyebabkan warga kecewa terhadap para elit politk Uni Eropa. Ketidaksetujuan warga Eropa bukan semata-mata pada alasan konstitusi akn membuyarkan legitimasi Negara akan tetapi kekecewaan muncul terhadap kinerja para elit yang tidak memberlakukan demokrasi dalam Uni eropa.
            Terlepas dari alasan-alasan diatas, Uni Eropa sebenaranya akan mampu untuk terus berjalan tanpa adanya suatu konstitusi tertulis. Uni Eropa dinilai telah memiliki konstitusi apabila dilihat dari fungsi yang telah dijalankan selama ini, pendapat ini dikemukakan oleh kelompok fungsionalis yang melihat bahwa  ternyata selama ini perjanjian perjanjian yang sudah terbentuk dalam Uni Eropa telah membentuk Uni Eropa dengan konstitusi yang tidak tertulis dan masyarakat tidak menyadari hal tersebut.

Referensi :
Deardorffs' Glossary of International Economics, <http://www-personal.umich.edu/~alandear/glossary/b.html>, diakses 15 Juni 2012.
New York The Sun, French ‘Non’ Has Domino Effect (online), 31 May 2005, <http://www.nysun.com/foreign/french-non-has-domino-effect/14606/>, diakses 15 Juni 2012.
Archick, Kristin. The European Union’s Constitution. 27 Desember 2005. <http://fpc.state.gov/documents/organization/61531.pdf>. diakses 20 Juni 2012.
Cannizzaro, Enzo. EU Law and National Constitution A Pluralist Constitution for a Pluralist Legal Order ?, National Report Italy. <http://www.astrid-online.it/Riforma-de/Studi-e-ri/Archivio-2/CANNIZZARO.PDF>. diakses 15 Juni 2012.
W. Matthews dan Robert Driver, LABOR MARKETS: FACTORS DRIVING UNEMPLOYMENT RATES IN INDUSTRIAL NATIONS, <http://www.ser.tcu.edu/2008-Pro/SEP2008%20Matthews%20Driver%207-10.pdf>, diakses 20 Juni 2012.


[1] New York The Sun, French ‘Non’ Has Domino Effect (online), 31 May 2005, <http://www.nysun.com/foreign/french-non-has-domino-effect/14606/>, diakses 15 Juni 2012.

[2] W. Matthews dan Robert Driver, LABOR MARKETS: FACTORS DRIVING
UNEMPLOYMENT RATES IN INDUSTRIAL NATIONS, <http://www.ser.tcu.edu/2008-Pro/SEP2008%20Matthews%20Driver%207-10.pdf>, diakses 20 Juni 2012.
[3] Ibid.
[4]  Suatu konsep dalam perdagangan bebas multilateral dimana dalam suatu proses integrasi akan melewati beberapa tahapan dan apabila dalam suatu tahapan tersebut terhenti maka keseluruhan proses akan terhenti. Deardorffs' Glossary of International Economics, <http://www-personal.umich.edu/~alandear/glossary/b.html>, diakses 15 Juni 2012.
[5] E. Cannizzaro, EU Law and National Constitution A Pluralist Constitution for a Pluralist Legal Order ?, National Report Italy, hal 2, <http://www.astrid-online.it/Riforma-de/Studi-e-ri/Archivio-2/CANNIZZARO.PDF>, diakses 15 Juni 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar