The
South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) Merupakan Mekanisme
Pendorong Terwujudnya Perdamaian
Perdamaian dunia akan
terwujud apabila didukung dengan kerjasama antar Negara. South Asia Association
of Regional Cooperation (SAARC) merupakan salah satu organisasi regional yang
mengakomodasi negara-negara di Asia Selatan. Anggota dari organisasi ini adalah
9 Negara berkembang yang tengah mengupayakan pembangunan ekonomi, yaitu India,
Pakistan, Afganistan, Maladewa, Srilanka, Bhutan, Bangladesh dan Nepal. Dengan
adanya SAARC Negara-negara tersebut terbantu melalui kerjasama yang berlangsung
dalam regional Asia Selatan. Tujuan dari SAARC yaitu menumbuhkan kesejahteraan,
memperkuat kemandirian regional, memperkuat kerjasama dan saling membantu di
berbagai bidang. Maka dari itu untuk mewujudkan cita-cita kemandirian regional,
SAARC mengupayakan kerjasama antar Negara. Peletak dasar pembentukan organisasi
regional ini mengacu pada kebutuhan yang sama antar Negara terhadap pertanian, rural development, telekomunikasi, meteorologi dan kesehatan.
Dalam perkembangannya
organisasi ini mengupayakan kerjasama perdagangan dan ekonomi antar Negara. Pembentukan
organisasi ini mungkin menggunakan dasar ideologi liberalis. Seperti yang dapat
dilihat dari sejarah pembentukan organisasi ini berawal dari pembentukan sebuah
blok perdagangan dimana mereka beranggapan bahwa dengan membukanya kerjasama
dan kebebasan pasar akan sangat baik untuk pengembangan dan pembangunan Negara,
juga hal tersebut dapat menciptakan stabilitas nasional yang berpengaruh pada
stabilitas regional Negara yang terlibat. Namun hal yang berbeda akan terjadi
di kala Negara tidak memperhatikan beberapa aspek penting seperti keamanan dan
militer dalam mengembangkan kerjasama.
Dalam essay ini,
penulis mencoba untuk mengulas isu diatas dengan menggunakan perspektif neorealis
dalam politik internasional. Sebuah alasan penting yang menjadi dasar
pembahasan isu ini bahwa neorelis percaya kerjasama bipolar akan lebih baik
bagi hubungan Negara-negara daripada kerjasama multipolar yang akan memicu
kerancuan kerjasama, dalam hal ini beresiko menimbulkan konflik-konflik lain. Dalam
sistem bipolar akan lebih membantu Negara untuk melakukan balance of power dibandingkan dengan multipolar dimana keadaan
dunia ini akan mempersulit Negara untuk survive
karena terlalu banyak kepentingan Negara yang harus terakomodasi. Neorealis
menggunakan fokus pada Negara yang mengacu pada kekuasaan dan kepentingan serta
mengutamakan pembahasan mengenai sumber-sumber konflik tersebut dalam struktur
sistem internasional, dan tidak semata-mata mengutamakan agresivitas Negara. Hal
inilah yang dapat dikatakan sebagai perbedaan perspektif neorealis dengan
perspektif realis.
Selaras
dengan pandangan dan pemikiran Kenneth Waltz, pelopor perspektif neorealis, neorealis
telah menjadi pendekatan yang paling menonjol dan paling berpengaruh dalam
menganalisa isu-isu hubungan internasional sejak awal 1980. Pandangan ini
memfokuskan perhatian pada Negara-negara dan hubungan antar Negara. Untuk
selanjutnya, saya beranggapan bahwa perspektif ini akan memberikan pemahaman
yang lebih lengkap untuk menganalisa perilaku Negara dan hubungan antar Negara.
Pentingnya kekuasaan dalam hubungan antar
Negara merupakan fokus penting yang harus diperhatikan oleh Negara. Tidak
adanya pemimpin yang dapat mengendalikan dunia yang anarkhi ini mengharuskan
Negara untuk mengandalkan diri mereka masing-masing untuk survive. Asia selatan merupakan region yang memiliki perkembangan
ekonomi terendah di dunia. Bahkan Bangladesh, Bhutan dan Nepal adalah Negara
dengan julukan ekonomi tertinggal. Kemiskinan sudah menjadi hal biasa di region
ini. Kesenjangan ekonomi antar Negara terkaya dan termiskin di region ini dapat
menimbulkan konflik sosial yang lambat laun akan meretakkan fondasi kerjasama
regional ini. Balance of power yang
seharusnya menjadi dasar kerjasama sepertinya akan sulit tercapai dengan
keadaan perekonomian region ini. Dalam kondisi seperti ini dibutuhkan kerjasama
yang kokoh tidak semata-mata mengandalkan kekuatan ekonomi Negara.
Logika ini disebut
dengan self-help dimana Negara
dituntut untuk membangun kekuatan mereka sendiri dan memandang kekuatan Negara
lain sebagai suatu bentuk kekhawatiran. Meskipun dalam perjalanannya dalam
memperoleh kekuasaan dan keamanan, suatu Negara dapat mengancam stabilitas
keamanan Negara lain, maka Negara lain tersebut harus mengimbanginya. Yang
diharapkan dari kerjasama regional adalah terwujudnya perdamaian. Namun dengan
bentuk kerjasama SAARC belum bisa mendorong perdamaian. Karena perdamaian akan
terjadi apabila disokong oleh kemapanan nasional masing-masing Negara dan unsur
pertama yang harus terpenuhi adalah kekuatan militer yang kokoh, sedangkan
untuk kemapanan ekonomi adalah unsur yang harus terpenuhi setelahnya. Apabila
SAARC tetap mempertahankan bentuk kerjasama seperti ini rasanya akan sangat
lama untuk membentuk perdamaian.
Belum efektifnya
kinerja SAARC dalam mendukung perdamaian dapat dianalisis bahwa:
1. Negara-negara
anggota SAARC merupakan Negara berkembang. Mereka menomer satukan pembangunan
ekonomi dan melupakan masalah keamanan dan militer. Dengan ini lambat laun
keamanan Negara akan terancam apabila terus menerus dibiarkan tanpa kekuatan
militer.
2. Perilaku
suatu Negara tidak hanya ditentukan oleh kepentingan masing-masing Negara namun
juga ditentukan oleh system yang berlaku. Sebaiknya Negara memperkuat dirinya sendiri untuk bertahan.
Hal pertama yang harus dikedepankan oleh suatu Negara adalah mengembangkan
militer. Karena dalam menjalankan hubungan dengan suatu Negara diperlukan suatu
strategi untuk mengantisipasi konflik. Dengan kekuatan militer akan lebih
efektif unutk mengendalikan konflik daripada mengedepankan kerjasama
perdagangan saja.
Dalam perkembangannya,
SAARC juga mengagendakan pembahasan mengenai upaya counter terrorism di
beberapa pertemuan. Upaya ini cukup baik untuk mendorong geliat pencapaian
keamanan. Namun pada prakteknya ternyata belum didukung follow up nyata dari
Negara-negara anggota. Hal ini sangat percuma apabila pada akhirnya regionalism
ini belum bisa menangani maslah keamanan secara kolektif.
Kesimpulan yang dapat
diambil dari pembahasan diatas adalah dikala neorealis memandang pesimis suatu
bentuk kerjasama, hal tersebut didasari pada pemikiran bahwa dunia ini anarkhi
dan tidak ada pemimpin yang dapat mengatur dunia sehingga Negara harus
mengunggulkan power dan keamanan. Fenomena tersebut dikatakan sebagai pandangan
skeptic dan pesimistis sehingga menimbulkan sedikit peluang untuk mencapai
perdamaian domestik, regional, maupun internasional. Pandangan lain adalah
menjunjung tinggi keamanan nasional dan keberlangsungan hidup Negara. Regionalism
seperti SAARC, menurut neorealisme, belum dapat berfungsi dengan baik untuk
mendorong keamanan dan perdamaian regional. Dengan basis kerjasama mereka di
bidang perdagangan tidak bisa menjamin bahwa perdamaian akan tercipta.
Kerjasama jenis ini akan menemui kesulitan untuk membangun balance of power Negara. Kesenjangan ekonomi yang terjadi justru
akan dapat memicu konflik antar Negara. Anggota SAARC yang terdiri ari
Negara-negara berkembang belum memikirkan terlalu jauh mengenai keamanan dan
militer, yang ada dalam pemikiran mereka hanyalah bagaimana memajukan
perekonomian Negara tanpa berpikiran bagaimana memperkuat power Negara di mata Negara lainnya.
Referensi:
Inventory of International Nonproliferation
Organizations and Regimes : Center for Nonproliferation Studies, South Asia Association of Regional
Cooperation. 2007. 30 Oktober 2011. <http://cns.miis.edu/inventory/pdfs/saarc.pdf>
Jackson, Robert and George Sorensen. 1999. Pengantar Studi Hubungan Internasional.
Yogyakarta: PT Pustaka Pelajar
Rajagopalan, Rajesh. Neorealist Theory and The India-Pakistan Conflict. 30 Oktober 2011.
<http://www.idsa-india.org/an-dec8-1.html>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar