Jumat, 29 Juni 2012

Regionalism


The South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) Merupakan Mekanisme Pendorong Terwujudnya Perdamaian

Perdamaian dunia akan terwujud apabila didukung dengan kerjasama antar Negara. South Asia Association of Regional Cooperation (SAARC) merupakan salah satu organisasi regional yang mengakomodasi negara-negara di Asia Selatan. Anggota dari organisasi ini adalah 9 Negara berkembang yang tengah mengupayakan pembangunan ekonomi, yaitu India, Pakistan, Afganistan, Maladewa, Srilanka, Bhutan, Bangladesh dan Nepal. Dengan adanya SAARC Negara-negara tersebut terbantu melalui kerjasama yang berlangsung dalam regional Asia Selatan. Tujuan dari SAARC yaitu menumbuhkan kesejahteraan, memperkuat kemandirian regional, memperkuat kerjasama dan saling membantu di berbagai bidang. Maka dari itu untuk mewujudkan cita-cita kemandirian regional, SAARC mengupayakan kerjasama antar Negara. Peletak dasar pembentukan organisasi regional ini mengacu pada kebutuhan yang sama antar Negara terhadap pertanian, rural development, telekomunikasi, meteorologi dan kesehatan.
Dalam perkembangannya organisasi ini mengupayakan kerjasama perdagangan dan ekonomi antar Negara. Pembentukan organisasi ini mungkin menggunakan dasar ideologi liberalis. Seperti yang dapat dilihat dari sejarah pembentukan organisasi ini berawal dari pembentukan sebuah blok perdagangan dimana mereka beranggapan bahwa dengan membukanya kerjasama dan kebebasan pasar akan sangat baik untuk pengembangan dan pembangunan Negara, juga hal tersebut dapat menciptakan stabilitas nasional yang berpengaruh pada stabilitas regional Negara yang terlibat. Namun hal yang berbeda akan terjadi di kala Negara tidak memperhatikan beberapa aspek penting seperti keamanan dan militer dalam mengembangkan kerjasama.
Dalam essay ini, penulis mencoba untuk mengulas isu diatas dengan menggunakan perspektif neorealis dalam politik internasional. Sebuah alasan penting yang menjadi dasar pembahasan isu ini bahwa neorelis percaya kerjasama bipolar akan lebih baik bagi hubungan Negara-negara daripada kerjasama multipolar yang akan memicu kerancuan kerjasama, dalam hal ini beresiko menimbulkan konflik-konflik lain. Dalam sistem bipolar akan lebih membantu Negara untuk melakukan balance of power dibandingkan dengan multipolar dimana keadaan dunia ini akan mempersulit Negara untuk survive karena terlalu banyak kepentingan Negara yang harus terakomodasi. Neorealis menggunakan fokus pada Negara yang mengacu pada kekuasaan dan kepentingan serta mengutamakan pembahasan mengenai sumber-sumber konflik tersebut dalam struktur sistem internasional, dan tidak semata-mata mengutamakan agresivitas Negara. Hal inilah yang dapat dikatakan sebagai perbedaan perspektif neorealis dengan perspektif realis.
            Selaras dengan pandangan dan pemikiran Kenneth Waltz, pelopor perspektif neorealis, neorealis telah menjadi pendekatan yang paling menonjol dan paling berpengaruh dalam menganalisa isu-isu hubungan internasional sejak awal 1980. Pandangan ini memfokuskan perhatian pada Negara-negara dan hubungan antar Negara. Untuk selanjutnya, saya beranggapan bahwa perspektif ini akan memberikan pemahaman yang lebih lengkap untuk menganalisa perilaku Negara dan hubungan antar Negara.
Pentingnya kekuasaan dalam hubungan antar Negara merupakan fokus penting yang harus diperhatikan oleh Negara. Tidak adanya pemimpin yang dapat mengendalikan dunia yang anarkhi ini mengharuskan Negara untuk mengandalkan diri mereka masing-masing untuk survive. Asia selatan merupakan region yang memiliki perkembangan ekonomi terendah di dunia. Bahkan Bangladesh, Bhutan dan Nepal adalah Negara dengan julukan ekonomi tertinggal. Kemiskinan sudah menjadi hal biasa di region ini. Kesenjangan ekonomi antar Negara terkaya dan termiskin di region ini dapat menimbulkan konflik sosial yang lambat laun akan meretakkan fondasi kerjasama regional ini. Balance of power yang seharusnya menjadi dasar kerjasama sepertinya akan sulit tercapai dengan keadaan perekonomian region ini. Dalam kondisi seperti ini dibutuhkan kerjasama yang kokoh tidak semata-mata mengandalkan kekuatan ekonomi Negara.
Logika ini disebut dengan self-help dimana Negara dituntut untuk membangun kekuatan mereka sendiri dan memandang kekuatan Negara lain sebagai suatu bentuk kekhawatiran. Meskipun dalam perjalanannya dalam memperoleh kekuasaan dan keamanan, suatu Negara dapat mengancam stabilitas keamanan Negara lain, maka Negara lain tersebut harus mengimbanginya. Yang diharapkan dari kerjasama regional adalah terwujudnya perdamaian. Namun dengan bentuk kerjasama SAARC belum bisa mendorong perdamaian. Karena perdamaian akan terjadi apabila disokong oleh kemapanan nasional masing-masing Negara dan unsur pertama yang harus terpenuhi adalah kekuatan militer yang kokoh, sedangkan untuk kemapanan ekonomi adalah unsur yang harus terpenuhi setelahnya. Apabila SAARC tetap mempertahankan bentuk kerjasama seperti ini rasanya akan sangat lama untuk membentuk perdamaian.
Belum efektifnya kinerja SAARC dalam mendukung perdamaian dapat dianalisis bahwa:
1.      Negara-negara anggota SAARC merupakan Negara berkembang. Mereka menomer satukan pembangunan ekonomi dan melupakan masalah keamanan dan militer. Dengan ini lambat laun keamanan Negara akan terancam apabila terus menerus dibiarkan tanpa kekuatan militer.
2.      Perilaku suatu Negara tidak hanya ditentukan oleh kepentingan masing-masing Negara namun juga ditentukan oleh system yang berlaku. Sebaiknya Negara  memperkuat dirinya sendiri untuk bertahan. Hal pertama yang harus dikedepankan oleh suatu Negara adalah mengembangkan militer. Karena dalam menjalankan hubungan dengan suatu Negara diperlukan suatu strategi untuk mengantisipasi konflik. Dengan kekuatan militer akan lebih efektif unutk mengendalikan konflik daripada mengedepankan kerjasama perdagangan saja.

Dalam perkembangannya, SAARC juga mengagendakan pembahasan mengenai upaya counter terrorism di beberapa pertemuan. Upaya ini cukup baik untuk mendorong geliat pencapaian keamanan. Namun pada prakteknya ternyata belum didukung follow up nyata dari Negara-negara anggota. Hal ini sangat percuma apabila pada akhirnya regionalism ini belum bisa menangani maslah keamanan secara kolektif.
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah dikala neorealis memandang pesimis suatu bentuk kerjasama, hal tersebut didasari pada pemikiran bahwa dunia ini anarkhi dan tidak ada pemimpin yang dapat mengatur dunia sehingga Negara harus mengunggulkan power dan keamanan. Fenomena tersebut dikatakan sebagai pandangan skeptic dan pesimistis sehingga menimbulkan sedikit peluang untuk mencapai perdamaian domestik, regional, maupun internasional. Pandangan lain adalah menjunjung tinggi keamanan nasional dan keberlangsungan hidup Negara. Regionalism seperti SAARC, menurut neorealisme, belum dapat berfungsi dengan baik untuk mendorong keamanan dan perdamaian regional. Dengan basis kerjasama mereka di bidang perdagangan tidak bisa menjamin bahwa perdamaian akan tercipta. Kerjasama jenis ini akan menemui kesulitan untuk membangun balance of power Negara. Kesenjangan ekonomi yang terjadi justru akan dapat memicu konflik antar Negara. Anggota SAARC yang terdiri ari Negara-negara berkembang belum memikirkan terlalu jauh mengenai keamanan dan militer, yang ada dalam pemikiran mereka hanyalah bagaimana memajukan perekonomian Negara tanpa berpikiran bagaimana memperkuat power Negara di mata Negara lainnya.

Referensi:
Inventory of International Nonproliferation Organizations and Regimes : Center for Nonproliferation Studies, South Asia Association of Regional Cooperation. 2007. 30 Oktober 2011. <http://cns.miis.edu/inventory/pdfs/saarc.pdf>
Jackson, Robert and George Sorensen. 1999. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: PT Pustaka Pelajar
Rajagopalan, Rajesh. Neorealist Theory and The India-Pakistan Conflict. 30 Oktober 2011. <http://www.idsa-india.org/an-dec8-1.html>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar