Jumat, 29 Juni 2012

Critical Review


JUDUL: Perusahaan Multinasional dalam Ekonomi Politik Internasional
Pengantar                                                                                                                                    
Critical review ini dibuat berdasarkan bahasan artikel mengenai perusahaan multinasional (PMN) yang ditulis oleh Mohtar Mas’oed sebagai bahan bacaan wajib mata kuliah Ekonomi Politik Internasional. Pemilihan bab PMN untuk dibahas dalam critical review ini karena ketertarikan penulis terhadap kemunculannya di dunia internasional yang semakin marak. Jumlah PMN di dunia sudah mencapai 10.000, pergerakannya juga semakin pesat. Keberadaan PMN menimbulkan dilema di dalam negara. Organisasi bisnis ini digambarkan sebagai monster bagi eksistensi suatu negara, namun disisi lain negara juga mendulang untung dengan adanya investasi PMN di negaranya. Maka dari itu tinjauan lebih lanjut akan dilakukan melalui analisa terhadap artikel ini.
Adanya studi kasus akan mempermudah kita dalam memahami teori dalam suatu bahasan, maka dari itu dalam critical review ini akan disajikan studi kasus yang relevan dengan isu PMN saat ini. “Invasi” Exxon Mobil di Indonesia dapat dijadikan contoh yang relevan dengan bahasan topik artikel ini.

Pembahasan
Perusahaan multinasional didefinisikan sebagai organisasi-dalam hal ini institusi bisnis-yang melibatkan diri dalam suatu proses ekonomi di dua negara atau lebih dengan cara seperti menanamkan modal (investasi) atau membuka fasilitas usaha di negara lain. Mereka biasanya memiliki basis produksi di satu negara yang memegang kendali penuh atas pengawasan kerja anak cabang maupun operator pendukung di negara lain. Hal yang dapat dipelajari dari keberadaan PMN ialah bagaimana kebijakan organisasi perusahaannya diterapkan di negara berkembang. Kegiatan ekonomi dengan perluasan usaha macam ini dikategorikan dalam Penanaman Modal Asing Langsung (PMA Langsung) karena perusahaan terlibat langsung dalam proses produksi di luar negeri.
Sebagai salah satu sendi pertumbuhan ekonomi dunia, peranan PMN dalam perekonomian dunia dapat diartikan positif dan negatif. Banyak pakar berpendapat bahwa hadirnya PMN telah membawa dampak negatif pada kehidupan ekonomi masyarakat internasional. Dari sudut pandang pemerintah, PMN dianggap sebagai sebuah monster yang dapat menggangu kestabilan politik dalam negeri, tapi disisi lain pemerintah menikmati “gangguan” tersebut.
Keuntungan demi keuntungan ditawarkan sebuah PMN kepada pemerintah sehingga membuat pemerintah dengan mudah memberi lisensi investasi kedalam negaranya. Keunggulan- keunggulan yang biasanya ditawarkan PMN ialah kekuatan mengendalikan sumberdaya ekonomi dunia, seperti teknologi, capital, dan keahlian manajemen. Keberadaan PMN di dunia didasarkan oleh kepentingan kekuasaan dan kekayaan. Dua hal tersebut dapat diperoleh salah satunya melalui jalan investasi. PMN biasanya menanamkan investasi di negara tuan rumah dan negara akan dengan senang hati menerima investasi tersebut karena PMN memiliki keunggulan-keunggulan tersebut diatas sehingga dapat meningkatkan eksistensi negara di mata dunia serta arus ekonomi dalam negeri. Dari perspektif PMN, bisnis ini adalah bisnis yang menjanjikan profit yang sangat besar. Tidak heran apabila pemilik sebuah PMN menjadi begitu kaya raya bahkan apabila pendapatannya bisa lebih besar dibandingkan pendapatan nasional negara-negara berkembang. Keuntungan yang diperolehnya jika diakumulasi dari sumber penjualan di seluruh dunia akan menjadi puluhan kali lipat dari modal yang telah dikeluarkan untuk memproduksi barangnya.
Dalam beberapa dekade terakhir PMN mengalami kemajuan pesat dengan mengembangkan jaringan multinasional, para analis mempunyai beberapa alasan dalam menjelaskan fenomena ini. salah satunya adalah PMN mempunyai organisasi massive yang menguasai sistem pasar serta kapital di dunia. Arah perkembangan PMN di masa depan diprediksikan akan lebih “ramah” terhadap negara tuan rumah. Konflik yang lahir akibat pertentangan yang terjadi antara negara dan PMN akan dapat diminimalisir.
Artikel ini memfokuskan pembahasan pada deskripsi mengenai perusahaan multinasional, serta analisa menganai dampak keberadaannya di negara tuan rumah, terutama negara sedang berkembang. Tinjauan mengenai peran dan sifat PMN di masa kini dan masa mendatang dalam perekonomian internasional merupakan tujuan penulisan artikel ini. Penulis berargumen bahwa PMN membawa dampak positif dan negatif terhadap eksistensi negara sedang berkembang, dan nantinyat ditarik kesimpulan akan masa depan PMN melalui analisa terhadap dampak yang ditimbulkannya.
Artikel ini ditulis menggunakan metode perbandingan untuk menarik kesimpulan serta sebagai resolusi dari fenomena PMN. Ulasan dalam artikel ini disampaikan dengan contoh-contoh kasus yang mewakili perkembangan PMN kontemporer. Artikel ini memberi kesimpulan bahwa perkembangan PMN di masa depan akan lebih loyal terhadap negara. Kebijakan negara dan PMN akan berjalan selaras dengan mengesampingkan ego masing-masing aktor. Manipulasi simbol terjadi seiring dengan mengalirnya arus kepentingan aktor individu. Identitas nasional PMN akan memudar seiring dengan munculnya aktor indivudual ber-SDM tinggi (symbolic analyst) sehingga dapat memegang kendali PMN demi mendapat keuntungan bagi dirinya sendiri.

Evaluasi
Artikel diatas ditujukan kepada kalangan mahasiswa penstudi Hubungan Internasional yang ingin mendalami mengenai Ekonomi Politik Internasional. Penyertaan contoh studi kasus untuk ilustrasi masalah sangat membantu pembaca untuk memahami dan mengelaborasi teori dan metode dalam ulasan mengenai PMN. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebagai studi kasus dalam artikel ini sangat membantu pemahaman pembaca dan berfungsi sebagai penuntun untuk menuju tujuan dari pembahasan ini.
Pengertian PMN tersebut diatas diperkuat dengan pernyataan Vernon mengenai karakteristik perusahaan multi masional yaitu, memiliki kepemilikan bersama, memiliki sumber sumber daya bersama, dan memiliki strategi yang sama dalam menanggapi suatu permasalahan.[1] Melalui bukunya Manager in the International Economy, Vernon menjelaskan bahwa PMN memiliki basis produksi di suatu negara dengan pengelolaan yang sama di setiap anak cabangnya di negara lain. PMN menjalankan kegiatannya melalui pengembangan struktur multinasional. Sehingga segala masalah yang dihadapi PMN akan menjadi masalah multinasional yang harus dipecahkan dengan satu cara bersama sesuai kesepakatan PMN.
Pendeskripsian karakterisrtik PMN dalam artikel ini kurang dilakukan dengan detail, sehingga mengaburkan dasar indikator yang nantinya digunakan untuk memebedakan dampak positif dan negatif PMN. Dalam dekripsi mengenai karakteristik PMN sebaiknya ditambahkan ulasan mengenai ciri PMN yang bersifat lebih “fisik”. Seperti halnya dalam tulisan Vernon yang menjabarkan bahwa PMN mempunyai ciri yaitu memiliki kesamaan dalam hal kepemilikan, gudang sumber daya, dan sikap politis. Selain ciri tersebut, Vernon juga mengungkapkan bahwa PMN akan tumbuh berkembang pesat dan kuat apabila memfokuskan diri pada bidang industri tertentu. Sebagai contoh, perusahaan yang berasal dari negara berkembang seperti Brazil dan India membentuk jaringan multinasional dalam industri yang kurang kompleks seperti tekstil.[2] Penyesuaian kemampuan dan sasaran pasar menjadi tolok ukur utama dalam memutuskan pilihan untuk pengelolaan suatu industri.
Dalam mengelaborasi fenomena PMN di Indonesia dapat diambil contoh bagaimana eksistensi EXXON Mobil di Indonesia. Exxon mulai melakukan usaha untuk menarik perhatian masyarakat Indonesia, juga untuk mempengaruhi pemerintah dalam mengatur kebijakan yang akan dibuatnya. Iklan besar-besaran kini kian dilancarkan Exxon di Media. Sikap-sikap baik Exxon terhadap warga sekitar dibuktikan melalui beberapa programnya yang diatasnamakan sebagai bentuk tanggngjawab kepada masyarakat. Dalam studi EPI hal ini diistilahkan sebagai Corporation Sosial Responsibility.
Hubungan antar gagasan yang dibangun dalam artikel ini berkutat sekitar alasan investasi dan dampak PMN terhadap kehidupan ekonomi. Apabila dibaca secara eksplisit tidak ada korelasi secara langsung antara pembahasan dengan tujuan penulisan yang nantinya ditarik sebagai suati kesimpulan. Dalam membaca artikel ini diperlukan suatu pengertian mengenai konsep-konsep dalam EPI yang turut mendukung dalam proses pemahaman ulasan artikel tersebut.
Inggris dan Amerika merupakan dua negara asal korporasi besar ini menyebar. PMN mulai menyebar di dunia pada abad Pertengahan, abad 15. Pada awalnya PMN berjalan di lingkungan empire dan saat ini PMN sudah mulai bergerak dengan cepat dan membawa produk-produk dagang yang lebih bersifat mewah.
Dari artikel ini pembaca dapat menangkap pengertian melalui konteks multinasional atau  transnasional yang digunakan dalam menggambarkan relevansi antara kejayaan dan implementasi kebijakan PMN di negara berkembang. Secara general, pembaca menarik kesimpulan bahwa PMN merupakan korporasi besar yang melakukan operasi perluasan usaha dengan bersikap kohesif untuk meraih keuntungan maksimal melaui investasi. Namun pandangan berbeda dilontarkan oleh Sanjaya Lall dan Paul Streeten, bahwa PMN tidak hanya memulu berambisi investasi, tapi juga perdagangan, produksi internasional, pembiayaan, dan teknologi. Akan tetapi investasi tetap menjadi sarana utama pengembangan PMN di dunia. Mengapa PMN melakukan investasi? Satu hal pasti yang dapat menjawab pertanyaan tersebut adalah karena PMN memiliki keunggulan kompetitif yang dapat digunakan untuk mempempengaruhi negara supaya mau menerima investasi dari PMN tersebut sehingga PMN dapat mendulang keuntungan karena negara menyediakan sumber daya yang dibutuhkan PMN dalam menjalankan kegiatan produksinya.
Dalam perkembangan EPI saat ini, penanaman modal asing langsung (PMA Langsung) merupakan alat untuk mempertahankan korporasi besar untuk  tetap dalam sistem pasar monopoli atau oligopoli. Sanjaya Lall merumuskan dua tipe teori ekonomi “murni”. Teori perdagangan internasional yang menekankan pada pasar kompetitif, fungsi produksi yang sama di negara yang berbeda, dan perpindahan kapital internasional dalam menanggapi perbedaan kepentingan dasar. Teori yang kedua ialah teori ortodok yang menekankan pada kompetisi sempurna bagi masing-masing korporasi. Teori yang berlaku saat ini justru dilandaskan pada interdependensi oligopolistik. Masa selanjutnya PMA Langsung tidak perlu terjadi. Kondisi yang dibutuhkan PMA Langsung adalah dimana perusahaan yang berinvestasi mempunyai tantangan monopoli maupun oligopoli yang tidak memiliki kompetitor lokal.
Hadirnya PMN membawa dampak negatif dan positif baik bagi negara tuan rumah maupun negara asal. Dalam artikel ini disebutkan bahwa dampak positif terhadap negara asal adalah posisi tawar bagi negara tersebut di mata internasional akan naik seiring dengan naiknya popularitas yang dibawa oleh PMN asal negara tersebut. Begitu juga PMN dapat meminta bantuan pemerintah di negara asalnya untuk melobi negara tuan rumah apabila PMN mneghadapi masalah dalam proses produksinya. Bagi negara tuan rumah, PMN mendatangkan pemasukan besar bagi pemerintah melalui pajak yang dibayarkan PMN kepada negara serta spillover effect yang dibawa PMN memberi keuntungan tersendiri bagi masyarakat di negara tuan rumah. Dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya investasi PMN terhadap negara tuan rumah ialah pengaruh PMN terhadap politik di negara tuan rumah. Keunggulan yang dimiliki PMN justru dapat mendatangkan efek negatif terhadap politik dalam negeri tuan rumah, karena terjadinya pertentangan kepentingan antar elitpolitik dari pihak pro maupun kontra PMN.

Studi kasus : “Invasi” Exxon Mobil di Indonesia
Exxon Mobil merupakan korporasi besar yang berasl dari Amerika Serikat. Bidang produksinya meliputi bisnis energi dan petrokimia. Afiliasi ExxonMobil telah beroperasi di Indonesia selama lebih dari 100 tahun. Pada tahun 1898 kantor pemasaran dibuka di Indonesia untuk pertama kalinya, setelah itu berbagai pencapaian pada tahun selanjutnya semakin menaikkan eksistensi Exxon di Indonesia. Satu persatu aset migas negara mulai dikuasai oleh Exxon. Mulai tahun 1912 Exxon melakukan kegiatan eksplorasi di Indonesia. Hingga pada Juli 2010, pencapaian terbesar Exxon adalah dengan tercapainya total produksi 5juta barel dari lapangan Banyu Urip, Cepu.
Kehadiran Exxon Mobil di Indonesia menimbulkan pro-kontra dari berbagai pihak. Seperti yang diulas dalam artikel diatas, hadirnya PMN akan menimbulkan dampak negatif dan positif bagi negara tuan rumah. Dampak negatif yang ditimbulkan Exxon terhadap negara Indonesia adalah kerusakan alam yang ditimbulkan akibat adanya eksplorasi besar-besaran yang dilakukan Exxon tanpa menghiraukan kondisi alam dan warga sekitar. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur mendesak PT Sari Pari Geosains - rekanan ExxonMobil - menghentikan survei seismik menggunakan dinamit untuk mencari sumber minyak baru di Kabupaten Jombang, Jawa Timur.[3] Dalam hal ini seharusnya Exxon melakukan tinjauan dan perhatian lebih agar kegiatan produksi dan eksplorasi yang mereka lakukan tidak berdampak buruk pada negara tuan rumah.
Walaupun sudah jelas bahwa dampak negatif yang didapatkan lebih besar dari dampak positif yang diberikan terhadap PMN, negara tetap “senang” dengan keberadaan PMN di negaranya karena adanya keunggulan PMN yang dapat dimanfaatkan negara. tawar menawar yang dilakukan PMN dan negara tidak membawa kemenangan pada negara tuan rumah. PMN memiliki basis dukungan negara asal mereka yang biasanya negara besar. Dengan bargaining position yang lebih besar dibanding Indonesia, Exxon melalui Amerika Serikat membujuk pemerintah uniuk memperpanjang masa kontrok Exxon di Indonesia.
Beberapa analis memprediksi bahwa produksi minyak Indonesia akan bertambah sebesar 20% akibat adanya penggalian minyak baru di Blok Cepu. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi di blok Cepu akan berpotensi untuk menambah pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 1.2%, walau tidak sesuai dengan prediksi namun hal ini adalah sebuah peningkatan PDB yang cukup signifikan. Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang moderat selama beberapa tahun terakhir (sebesar rata rata 5% selama tahun 2002-2005) pencapaian tersebut merupakan titik terang bagi proses recovery perekonomian Indonesia yang tengah collapse.
 “Hartwick Rule” yang dikemukakan oleh John Hartwick di tahun 1970an dapat digunakan untuk sebagai jalan untuk mencari solusi dari permasalahan ini. Aturan
tersebut menyatakan bahwa rente ekonomi dari ekstraksi SDA harus diinvestasikan
menjadi stok kapital dalam bentuk infrastruktur, mesin-mesin, ataupun sumber daya manusia (“human capital”) yang pada akhirnya akan menambah akumulasi kapasitas produksi ekonomi untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan. Jika aturan ini dilanggar maka keberanjutan dari pembangunan akan terancam.
Contoh studi kasus yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang aturan ini adalah penemuan cadangan minyak dalam jumlah besar di laut utara (“North Sea”) pada
tahun 1960an. Sebagian besar cadangan minyak ini terbagi menjadi wilayah Inggris
dan Norwegia.
Norwegia menggunakan penerimaan minyak dari Laut Utara-nya untuk melakukan investasi. Sementara itu, disisi lain Inggris menggunakannya untuk konsumsi. Hal tersebut yang digang sebagai pelanggaran aturan Hartwick. Kontribusi penemuan cadangan minyak untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang Norwegia masih terasa sampai sekarang, sementara ketika cadangan minyak Inggris di laut utara sudah hampir habis, kapasitas produksi ekonomi inggris tidak bertambah banyak.
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi baru sektor minyak di Blok Cepu melalui peningkatan ekspor memang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan. Akan tetapi, kesempatan kerja baru yang diciptakan, ternyata cenderung tidak begitu besar, upaya-upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah cenderung tidak berdasar pada keadilan. Dalam jangka panjang, pemerintah juga harus berhati-hati dalam membelanjakan penerimaan baru dari produksi minyak ini,
karena jika tidak, keberlanjutan dari pembangunan akan terancam. Dalam konteks
ini, pemerintah SBY sebaiknya belajar dari sejarah
kesuksesan Norwegia di tahun 1970an dan Orde Baru di tahun 1980an, agar dapat meminimalisir efek negatif yang ditimbulkan terhadap SDA.

Penutup
Eksistensi perusahaan multinasional semakin meningkat seiring dengan derasnya arus globalisasi. Transfer teknologi dan informasi dengan mudah dilakukan sehingga sangat membantu kinerja PMN untuk mengembangankan perluasan usaha. Tujuan penulis artikel untuk meprediksikan eksistensi PMN di masa depan tercapai, dilihat dari pembahasan dalam kesimpulan artikel ini.
Penulis artikel ini telah berhasil menyampaikan tujuannya dengan analisis studi kasus yang relevan dengan teori-teori dalam EPI. Secara umum pembaca yang tidak memiliki dasar teori EPI akan mengalami kesulitan dalam memahami artikel ini. namun secara keseluruhan ertikel ini menyajikan data yang objektif sehingga kesimpulan diakhir artikel dapat dikembangkan sesuai dengan pemahaman masing-masing mahasiswa.

Daftar Pustaka
Lall, S., and Streeten, P. (1977), Foreign Investment, Transnationals and Developing Countries (London : Macmillan).
Vernon, R,. and Wells, L. T. (1981), Manager in the International Economy (New Delhi : Prentice-Hall of India Private Limited).
Exxon Mobil, Siapa Kami (online), <http://www.exxonmobil.co.id/Indonesia-Bahasa/PA/about_who.aspx>, 03 November 2010.

Harian Ekonomi NERACA, Biar Maju, Investasi Elektronik Lokal Butuh US$ 2 M (online), <http://www.neraca.co.id/2010/04/29/biar-maju-investasi-elektronik-lokal-butuh-us-2-m/>, 01 November 2010.

Harian Ekonomi NERACA, Cegah Deindustrialisasi Permendag no. 39 Butuh Standard Operational Procedure (online), <http://www.neraca.co.id/2010/10/13/cegah deindustrialisasi-permendag-no-39-butuh-standard-operational-procedure/>, 01 November 2010.



[1] R. Vernon dan L.  T. Well, Manager in the International Economy, Prentice Hall of India Private Limited, New Delhi, 1981, p.4
[2] Ibid

[3] WALHI, Walhi Desak Exxon Hentikan Survey Seismik Menggunakan Dinamit (online), 17 Mei 2010, <http://www.walhi.or.id/in/ruang-media/walhi-di-media/1388-walhi-desak-exxon-hentikan-survey-seismik-menggunakan-dinamit->, 03 November 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar